Orang Gila Selfie sendiri |
Semua orang yang sudah beranjak dewasa
atau alias sudah punya bulu ketek yang mengembang, pastinya banyak perubahasan
dalam diri seseorang tersebut. Mulai dari segi fisik sampai segi tiga sama
sisi, Ehh…
Pokoknya banyak perubahan lah.
Kalau kalian bagaimana? Merasa ada
yang berubah nggak? Cerita dong disini! Gue juga mau cerita ini perubahan yang
gue alami hingga bisa tampil seperti ini. Kata orang tak dikenal sih, gue itu
mirip Mike Jagger. Tapi gue merendah diri dan menganggap orang tak dikenal itu
memiliki kelainan pada matanya.
Oke langsung saja, “cerita gue” yang
nggak formal banget, karena blog ini tercipta dari hasil kemauan gue. So,
nikmati aja ceritanya. Maaf kalo sampai ngawur. Ingat! Ini blog personal,
hehehe…
Semua bermula saat negara api
menyerang… cut!
Semua berawal saat gue masih duduk di
bangku sekolah SMA. Waktu masih kelas 3 (Udah Senior dong!) yang gue rasain
perubahan waktu itu adalah suara cempreng. Yaps! Kemampuan vocal gue dalam
berbicara masih seperti ibu-ibu nahan mulas, dan sifat gue yang blak-blakan
masih nyangkut di setiap kali gue ngobrol bareng teman.
Karena keseringan blak-blakan, kadang
salah satu dari teman gue merasa risih dan menjauhi pertemanan dengan gue.
Hhhmm… dari situ gue belum merasa ada yang salah. Dari sekian sifat jelek gue
paling sering dibicarakan teman-teman yang lain adalah mulut gue yang comel,
kata mereka gue suka bongkar rahasia orang! Contohnya;
Bro!
kemarin si Budi selfie bareng dekat closet sama Handoko di toilet cewek!
Oke,
Guys! Tadi siang Faizal nggak sengaja kentut di ruang guru, padahal semua guru
lagi pada makan siang! Gila ya! Baunya kayak Kadal kena DIARE!
Atau lebih parah dan jujur. Gue pernah
bilang,
Gue
lihat Pak Heri di ruang laboratorium abis gagal susun formula kimia, pas keluar
dari Lab, mukanya itu lho, kayak soptek ngambang, lesu banget deh!
Ke-comel-lan gue yang udah berada di
luas batas normal, membuat teman-teman menjauhi gue. Bahkan jika diukur, gue
dijauhi teman-teman sejauh 400 Km. Gila! Dan gue tersadar akan hal ini. Ketika
pulang sekolah tiba. Gue bertanya pada Ali teman sebangku. Mencoba mengulik
informasi mengenai sifat jelek gue terhadap teman-teman sekelas.
Ali dengan sabar menjelaskan hal-hal
secara detail dan terperinci dan juga memberi solusi atas permasalahan sosial
yang gue alami. Ia berkata,
Lu
itu lelaki Mi, bukan cewek! Lelaki sejati itu orang yang menjaga lisannya,
menahan ucapannya, menepati janjinya, dan memberi nasehat yang baik. Camkan itu
brother!
Dan
satu hal lagi, jangan ceritain gue ke anak-anak sekelas kalo gue tadi nggak
sengaja boker di kelas. Awas lu, kena karma nanti!
Gue mengangguk takhzim.
Semenjak hari itu, gue dinilai sedikit
mengalami perubahan di mata teman sekelas. Ketua kelas, Risyanto sampai membuat
pengumuman bahwa gue mendadak menjadi pendiam, tidak seperti biasanya. Tidak
ikut gossip, tidak ledekkin teman, tidak ikut bergabung dengan obrolan para
cowok maupun cewek. Dalam pikiran gue cuma satu, menetralisir anggapan orang
lain dengan menjadi berbeda dari biasanya.
Ali menanyai kabar gue dan dia bilang
gue melakukan cara yang salah, seharusnya tidak menjadi pendiam yang
sebegitunya. Cukup menahan ucapan yang bisa beresiko buruk. Gue tetap diam
mendengar kata-katanya. Dalam pikiran gue, entah bagaimana, seluruh isi
pikiran gue adalah hal yang buruk. Gue
merasa blank.
Kayaknya waktu itu gue terlalu berlebihan
tapi secara perlahan teman-teman di kelas mengenal gue adalah orang dengan
pribadi yang santai, orang yang tidak peduli dengan rahasia-rahasia teman
sekelas, orang yang cuma mendengarkan keluhan tapi juga memberi nasehat dan
tips, orang yang kadang ‘lebih’ suka mendahului orang lain ketimbang diri gue
sendiri, contohnya saat gue kebelet boker, gue mengutamakan siswa yang lebih
tua dari gue. Konyol ya?
Tapi memang untuk memulai sedikit
perubahan, ada banyak hal konyol yang harus kita lakukan. Mirip albert
Einstein, dia melakukan berbagai eksperimen setiap hari sampai model rambutnya
menjadi bahan lelucon orang lain, atau Edison yang dianggap aneh membuat ribuan
kesalahan dalam menciptakan sebuah lampu sebagai penemuan yang paling
berpengaruh dalam dunia.
Gue tidak seperti itu, cukup mengubah
diri sendiri menjadi lebih baik aja. Nggak ada maksud untuk mengubah dunia ini.
Sedikit demi sedikit gue memperbaiki ‘mulut’ untuk berkata seadanya aja,
minimalisir guyonan yang bisa saja orang lain merasa tak senang. Dan perbanyak
nasehat selama otak gue terus dilatih untuk berpikir positif.
Ini semua berkat Ali, seandainya Ali
adalah cewek, tentu saja gue akan memeluknya dan mencium keningnya dan berbisik
di telinganya “Kau adalah berkah yang tak terduga untukku”
Tapi karena takut nanti dijotos dan
dianggap maho, niat itu gue urungkan sementara.
Kadang kita harus menjaga perkataan kita,
pengalaman buruk gue seperti PHP-in cewek, ingkar janji, sok puitis, banyak
gombal, banyak bacot, suka bully lewat perkataan, berbohong, bermulut manis
(siapa yang mendengarnya bisa kena penyakit diabetes menahun).
Semuanya membuat gue terus kembali tuk
tersadar atas apa yang gue perbuat. Sampai saat ini gue masih mengontrol
‘mulut’ menjaga ucapan. Karena yang paling sulit dalam mengubah diri menjadi
lebih baik adalah mempertahankan ucapan kita.
Semoga kalian yang sudah dewasa,
khususnya membaca cerita ngaco gue kali ini bisa tersadarkan dan terbuka
hatinya untuk menjaga ucapan terhadap teman-teman kita, keluarga kita, sampai
orang yang kita sayangi dan cintai.
Ingat! Diam adalah emas! Bukan
kuning-kuning yang ngambang yaaa… eh, maksud gue jaga ucapan kita, karena
cermin sifat kita berada di mulut kita.
Mulut itu kayak terasi, gurih, tapi
kebanyakan gurih jadi tidak bagus…