Jika Menulis Ibarat Menyanyi, Maka…


Jika menulis ibarat menyanyi, maka bikin buku itu ibarat rekaman
Menulis dan menyanyi, sama-sama merupakan proses kreatif. Rasa-rasanya semua orang bisa menulis, sama halnya dengan semua orang bisa menyanyi. (Walau tak semua orang punya suara merdu, sama halnya dengan tak semua tulisan yang dibuat itu menarik untuk dibaca…)
Untuk bisa menyanyi dengan bagus dan merdu, seseorang harus rajin berlatih. Rajin berolah vokal dan pernafasan. Begitu juga dengan menulis. Setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan untuk bisa menulis lebih bagus: Banyak membaca dan banyak menulis.
Banyak membaca, untuk memperluas wawasan. Juga menambah kosa kata. Dan sudut pandang. Yang disarankan untuk dibaca tak hanya tulisan yang bagus dan menarik. Sesekali, seseorang juga perlu membaca tulisan yang jelek, untuk dijadikan pelajaran.
Di samping banyak membaca, tentu juga harus banyak menulis. Banyak membaca tanpa menulis tak akan membuat seorang pintar menulis. Jadi yang dianjurkan adalah menulis setiap hari. (Menulis setiap hari itu berbeda dengan mempublish tulisan setiap hari).
The next level
Di kompasiana, saya beberapa kali menemukan teman kompasianer yang bilang:Saya hanya ingin menulis, tak ingin bikin buku… Itu merupakan hal yang wajar, sama halnya dengan tak semua penyanyi ingin rekaman.
Sekalipun, tentu saja, ketika seorang penyanyi memasuki dapur rekaman, dia sudah menanjak ke ‘next level‘. Dia sudah memasuki tahapan yang lebih tinggi.
Begitu juga dengan menulis. Ada yang bilang, prestasi terbesar seorang wartawan dan blogger adalah ketika dia bisa bikin buku. Karena realitanya, tak semua wartawan dan blogger bisa menulis buku. Membuat berita atau posting itu mudah. Namun buku? Itu soal lain. Itu sebabnya, ketika seseorang yang biasa menulis dan kemudian memutuskan untuk mewujudkan tulisannya menjadi buku, dia telah memasuki tahapan yang baru. Ke ‘next level’.
Musisi pengiring
Seorang penyanyi yang ingin rekaman membutuhkan musisi pengiring. Bisa satu atau beberapa orang, untuk memainkan berbagai perangkat musik. Bisa saja, seorang penyanyi hanya menyewa satu musisi untuk memainkan semua komposisi musik.
Saya ingat dulu, ketika Nicky Astria mengeluarkan album, musiknya digarap Ian Antono yang memainkan semua perangkat musik. Jadi Ian tak hanya main gitar, namun juga bas, drum hingga keyboard!!
Setelah musisinya oke, dilanjutkan dengan proses rekaman. Menyewa studio dan operator studio untuk merekam suara dan mixing.
Hal serupa berlaku di dunia tulis-menulis. Untuk menerbitkan buku, seseorang perlu ‘musisi pengiring’ untuk melakukan editing, membuat cover dan memformat naskah. Jika naskahnya sudah oke, selanjutnya dibawa ke percetakan.
Jika sebuah buku ingin diterbitkan dengan metode ’self publishing’, maka pemilihan ‘musisi pengiring’ (editor, penata layout, pembuat cover) dipilih sendiri oleh penulis. Begitu juga dengan pemilihan percetakan, hingga jenis kertas.
Jika naskahnya diterbitkan penerbit besar, semua proses editing hingga pembuatan cover dan percetakan dilaksanakan sepenuhnya oleh penerbit.
Single vs album
Di dunia musik, seorang penyanyi bisa merilis single, yakni hanya satu lagu, seperti yang dilakukan Agnez Mo yang merilis Coke Bottle. Namun biasanya seorang penyanyi ingin menerbitkan album. Satu album biasanya berisi lebih dari lima lagu.
Jika si penyanyi hanya punya satu lagu namun ingin menerbitkan album, dia bisa bergabung dengan sesama penyanyi yang juga hanya punya satu lagu, untuk kemudian merilis album kompilasi. Yakni satu album yang lagunya dinyanyikan berbagai penyanyi.
Penerbitan buku ’singles’ dan kompilasi juga berlaku di buku. Memang untuk cetak, tak dikenal istilah single, yakni sebuah cerpen yang panjangnya sekitar 5000-an kata untuk diicetak jadi buku. Biasanya sebuah cerpen bisa menjadi buku jika digabung dengan cerpen lain, menjadi sebuah buku kompilasi.
Buku kompilasi tak hanya untuk cerpen yang fiksi. Yang non fiksi juga bisa, seperti yang digagas Kompasiana yang bekerjasama dengan penerbit besar bermaksud menerbitkan buku kompilasi tentang SBY.
Tentu yang banyak ditemui adalah menerbitkan buku yang tebal, minimal seratus halaman dengan penulis tunggal. Di Kompasiana sudah banyak kompasianer yang menerbitkan buku dengan cara seperti ini. Sebagian diterbitkan penerbit besar, sebagian lagi dengan self publishing. Pak Gustaaf, dokter Posma, pak Armand dan sejumlah nama lain sudah menerbitkan buku. Yang terbaru, karya pak Rifki Feriandi dan mbak Maria Margaretha.
1409482978712848478
Buku karya Rifki Feriandi (dok. Rifki Feriandi)
Jika di buku cetak tak mengenal istilah single, tak demikian halnya dengan dunia digital. di Amazon, misalnya, kita bisa menerbitkan satu cerpen (dengan jumlah kata 5000-an hingga 7000-an) dan menjadi buku. Di amazon, yang seperti itu disebut Kindle Singles.
Rupanya, di barat sana, banyak yang suka membaca bacaan yang pendek dan segera tamat. Mereka ogah membaca novel yang panjangnya ratusan halaman. Mereka ingin membaca yang simpel, karena dibaca di sela-sela kesibukan untuk mengusir kesumpekan.
Karena itu di Kindle Amazon ada kategori yang disebut Kindle Short Reads : 30 minutes (12-21 pages), Kindle Short Reads : 45 minutes (22-32 pages) dan seterusnya.
Sebagai contoh, kisah western berjudul The Gun-Girl yang saya publish beberapa hari lalu. The Gun-Girl tergolong cerpen dengan 5.730 kata yang setelah menjadi ebook diperkirakan menjadi 24 halaman.
14094837331797855844
The Gun-Girl (dok. pribadi)
Contoh lain, A Gun or Sale, juga kisah berbalut western dengan jumlah kata 8.412. Dalam format ebook menjadi 35 halaman. (Halaman dalam ebook berbeda dengan cetakan. Jumlah halaman pada ebook tergantung besar kecilnya gadget yang digunakan untuk membaca, juga tergantung pada besar kecilnya huruf yang dipilih).
14094838311359726766
A Gun For Sale (dok. pribadi)
Jadi bagi mereka yang suka menulis dan malas menulis kisah yang panjang dan berbelit seperti novel, menulis cerpen bisa saja dan kemudian dijual menjadi buku. Dan (ehm) biasanya dibeli orang!!
Tak lebih baik
Seseorang penyanyi yang punya album itu sudah memasuki tahapan yang lebih tinggi. Begitu juga dengan penulis yang sudah bikin buku. Tapi tentu saja, bukan berarti mereka yang punya album atau buku itu menjadi lebih baik atau lebih hebat dibanding yang tak pernah rekaman atau bikin buku. Sama sekali tidak!!
Hanya karena seseorang sudah bikin buku bukan berarti dia lalu menjadi lebih hebat dibanding yang tidak (atau belum) bikin buku. Hebat tidaknya seorang penulis tidak diukur dari apakah dia sudah bikin buku atau tidak.
Kelebihan seseorang yang sudah bikin buku, mungkin berupa “bukti nyata” berupa buku yang bisa dipegang, dipajang dan menjadi hadiah. Buku, adalah prasasti yang menjadi bukti bahwa seseorang bisa memberi sesuatu bagi dunia melalui himpunan huruf dan kalimat yang tercetak dalam kertas.
Seperti kata penulis novel terkenal Stephen King: ketika seseorang membuat buku, dia otomatis termasuk dalam kelompok eksklusif para penulis yang ada di muka bumi….
Jadi, kapan Anda rekaman, eh bikin buku? hehehe
Catatan:
Tulisan ini dibuat oleh mantan anak band yang kadang-kadang nekat menyanyi lagu rock ‘n roll di acara khusus…
Salam

Sukses yang sebenarnya




                Pernahkah kalian melihat keberhasilan seseorang dalam kehidupan sehari-hari, mereka tampak berubah dari segi banyak hal, mulai dari tampilannya, sudut pandangnya, dan pola kehidupannya pun telah berubah. Usaha dan kerja keras mereka menjadi inspirasi bagi orang lain untuk mencoba mengikuti jejak suksesnya. Banyak dari sebagian orang lain mengagumi keberhasilan orang-orang yang sukses dan tidak sedikit menjadikannya sebagai  motivasi dalam diri pribadi orang tersebut.
                Pertanyaanya, Sukses itu apa ? Dari hal manakah seseorang dipandang Sukses ? Apakah dari suatu hal berupa materi atau dari hal non materi ? Mungkin kalian akan sedikit kebingungan tentang hal ini. Saya akan mencoba menguraikannya dalam bentuk tulisan ini, langsung dari biografi orang-orang yang menginspirasi saya.
                Masih ingatkah kalian dengan Pak Dahlan Iskan, yang sempat dijuluki sang Raja Media. Kemampuannya memimpin surat kabar Jawa Pos yang awalnya hanya Koran daerah yang hampir gulung tikar menjadi Koran Nasional dengan penjualan yang sangat fantastis. Banyak yang mengagumi kinerjanya, sosoknya yang sabar dalam menghadapi masalah yang terkadang membuat goyah pendiriannya, justru menjadikannya lebih mengerti tentang hidup. Hingga akhirnya diangkat sebagai Menteri di Pemerintahan .
                Banyak yang mengatakan kalau untuk menjadi sukses, dibutuhkan modal yang besar dalam membangun usaha. Eittss, belum tentu juga. Coba liat masa hidupnya Pak dahlan waktu kecil, ia adalah bocah miskin di daerahnya, memiliki hobi menulis, perjuangannya menembus banyak hal dari menjadi wartawan biasa menjadi pemimpin surat kabar yang luar biasa.
                Apa yang dilakukan dari Pak Dahlan adalah berawal dari TEKAD nya, usahanya dan ketekunannya lah yang membuatnya menjadi pribadi yang baik di mata orang lain. Ada pepatah kuno mengatakan “Jika Dia Bisa, Kenapa Kita Tidak?”. Banyak yang berangan-angan untuk menjadi orang sukses bahkan berlomba-lomba menggapai kesuksesan, tapi terkadang mereka sendiri tidak tahu apa makna dari sebuah kesuksesan.
                Sukses itu bukan berarti kita menjadi orang paling kaya secara materi, bukan juga berarti memiliki jabatan yang dikagumi orang lain. Melainkan Sukses itu adalah berhasilnya diri kita, mampunya diri kita dalam menghadapi problematika hidup dan mampunya kita dalam mengendalikan diri sendiri.  
Contohnya, seorang pengusaha restoran mewah yang melalukan berbagai macam usaha untuk menggapai keberhasilannya. Tapi, saat masalah datang bertubi-tubi menerpanya, merasakan hal kesulitan ia menjadi jenuh dan berputus asa hingga akhirnya usahanya bangkrut dan sang pemilik terkena gangguan jiwa. Kasus ini dinyatakan ketidakmampuan sang pengusaha dalam menghadapi masalah, ia tidak dapat mengendalikan dirinya saat terkena masalah.
Lain lagi halnya dengan pengusaha tukang bakso keliling, upahnya dalam sehari mungkin tak terlalu banyak, kendala masalahnya hanya ekonomi keluarga, berbagai masalah datang dari mulai utang hingga biaya sekolah anaknya. Dengan kesabaran dan kegigihannya untuk pantang menyerah, serta terus berdoa kepada Sang Pecipta agar dimudahkan segala urusannya, akhirnya ia mampu menyekolahkan anaknya hingga lulus kuliah, biaya utangnya lunas dengan hasil jerih payahnya. Inilah yang dinamakan ciri-ciri orang SUKSES, berhasil mengendalikan dirinya, berjuang menghadapi kerasnya dunia dengan semangat yang membara, serta berpikir positif.
Layaknya seperti Ilmuwan Albert Enstein, ia memiliki masalah dengan penyakit Sindrom Asperger, sebuah gejala autisme dimana para penderitanya memiliki kesulitan dalam hal berkomunikasi dengan lingkungannya, yang menyebabkan sang ilmuwan ini dijauhi oleh teman-temannya. Namun dengan usahanya dalam mengungkapkan berbagai teori fisika yang berhasil ia temukan, menjadikannya Ilmuwan paling cerdas di abad ke-20.
Sama halnya dengan Pendiri Perusahaan Apple, Steve Jobs. Tak peduli dengan gangguan penyakit kanker pankreas yang telah menggangu pekerjaannya, ia tetap berjuang melawan penyakitnya itu dengan mencoba hidup sehat, dan ia tetap terus berinovasi dalam hal teknologi komunikasi. Hingga akhirnya diangkat sebagai CEO Apple Inc.
                 
Jadi dapat disimpulkan bahwa SUKSES, bukanlah sebuah keberhasilan seseorang meraih impiannya, melainkan berhasilnya diri seseorang dalam mengendalikan dirinya untuk menggapai impiannya. Itulah sukses kawan.

                Untuk kalian yang sampai sekarang masih terus mengejar kesuksesan, kendalikanlah diri kalian, berpikirlah positif, pantang menyerah tentunya, sambutlah masa depan dengan semangat yang gigih agar senantiasa menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi berbagai masalah yang menerpa.

Salam Sukses untuk kalian.
5 Polusi Rumah yang berbahaya selain Rokok

5 Polusi Rumah yang berbahaya selain Rokok

1409348036852378021
www.cdc.gov
Bicara polusi rumah seringkali identik dengan asap rokok, padahal selain itu masih banyak lagi yang lainnya yang perlu diwaspadai oleh kita. Bahkan bisa lebih berbahaya dari rokok yang selama ini jadi ikon utama polusi udara di lingkungan sekitar, namun walau kita sudah tahu ( baca ) malah terkadang diabaikan dan kurang melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kebetulan ada seorang tetangga memiliki penyakit pernafasan dan dirawat di rumah sakit. Saya pun bertanya kepada istrinya kenapa bisa begitu ? padahal dia rajin berolahraga ( fitness dan sepakbola), selain itu profesinya sebagai aparat hukum yang biasa dengan latihan fisik ( tidak merokok). Kemudian saya dapat jawaban dari istri teman saya tersebut, ” kata dokter dia alergi kepada parfum-parfum yang menyengat, tapi tidak pernah dikeluhkan karena menghargai kesukaan saya ( istri )”
Setelah itu saya bertanya lagi ke istrinya, apakah anda tahu tentang bahaya parfum? . dia menjawab “memang pernah baca-baca artikel seperti itu, tapi selama ini baik-baik saja dan tidak pernah ada keluhan dari suami dan juga anak-anaknya, malah mereka nyaman”
Dan saya tidak melanjutkan lebih dalam, karena itu wilayah privasi seseorang. Kemudian saya searching di google dan menemukan banyak artikel tentang bahaya parfum, maka saya inisatif membuat artikel ini. Tapi saya ambil poin-poin pentingnya saja menurut pandangan saya pribadi. Semoga saja bisa kembali saling mengingatkan bahwa ada hal-hal yang kita ketahui sebelumnya, tapi terlupakan oleh rutinitas sehari-hari.


dari penelusuran saya, artikel diatas membahas lebih mendalam secara ilmiah dibandingkan yg lain. tapi jika merasa masing kurang, maka bisa kembali searching di mbah google atau mbah Yahoo. Dan saya pun tidak memasukan kalimat yang ada di isi artikel sedikitpun kecuali judul link-nya, karena khawatir bernilai plagiat karya orang lain


2. Memanaskan kendaraan didalam rumah ( garasi )
Sudah menjadi kebiasaan bagi kita yang akan beraktifitas, pasti akan memanaskan kendaraan supaya merawat mesin tidak “kaget” serta cepat rusak. Dan terkadang ada yang memiliki kebiasaan melakukannya didalam rumah karena waktu atau keadaan, yang dimana sambil mempersiapkan keperluan untuk berangkat. Tapi tanpa disadari bahwa asap knalpot masuk rumah dan mengisi ruangan didalamnya, dan hal itu bisa dihirup oleh anggota keluarga


3. debu yang menempel di Karpet,sepatu,pakaian,celana, dll
Setelah beraktitas diluar, maka kita sebagai orangtua biasanya akan membawa debu lembut kedalam rumah. Apalagi anak kecil yang suka bermain, maka otomatis debu itu bisa menempel ke kursi dan kamar tidurnya. Intinya kita harus rajin membersihkan perabotan dan sebagainya secara rutin


4. Pembersih lantai ( chemical ) , pembersih kendaraan, dsbny
Untuk ini biasanya tidak kita sadari bahwa baunya bisa mempengaruhi kesehatan, dan yang paling berbahaya adalah pada anak-anak. Karena bagaimanapun kecerdasannya sedang berkembang. Dan saya punya pengalaman sendiri saat membersihkan rumah, rasa ingin tahu anak sering sekali menghampiri sehingga mencium langsung aromanya. Untuk sekarang tidak lagi ( dilarang dengan penjelasan )


5. Pestisida di dlm obat nyamuk elektrik / saat memberantas hama dari pekarangan
Saya punya seorang teman yang bekerja di sebuah farmasi, dan memberikan sedikit informasi. Katanya alat elektrik harus rutin diganti dengan jangka waktu tertentu, jangan menunggu rusak lalu beli yang baru. Saya tanya kenapa dan apa alasan nya. Dia menjawab, bahwa terlalu sering dipakai maka alat itu akan berkurang efektifitas nya, sehingga dalam proses pembakaran malah mengeluarkan polusi dari kepingan / obat nyamuk yang digunakan.  Untuk penggunaan pestisida pengusir hama, maka biasakan jendela dan pintu ditutup rapat dengan jeda waktu tertentu. yang dimana sampai hilang pengaruhnya!
Semua yang disampaikan diatas bukanlah sesuatu yang baru kita ketahui, tapi tidak ada salahnya jika kita bercermin dari kejadian tetangga saya. Jangan sampai karena menghargai parfum istri, malah kesehatan keluarga terganggu :) . Jika ada waktu dan kesempatan, maka akan lebih baik periksa kesehatan rutin minimal 3 bulan sekali untuk berkonsultasi. Tidak harus ke rumah sakit atau tempat praktek dokter, karena sekarang puskesmas juga menyediakan layanan dokter umum pada jam dan hari tertentu!


“Mencegah lebih baik daripada mengobati” .
——————————
Note : Saya pribadi tidak paham mendalam dunia kesehatan /polusi, jadi maaf jika ada penjelasan yang keliru. dan jika ada yang kurang bisa ditambahkan untuk berbagi demi kebaikan. Yang pasti semoga kejadian yang berkaitan dengan kesehatan dilingkungan sekitar, bisa diambil pelajarannya.. sehingga kita bisa hindari/kurangi semaksimal mungkin efek kurang baik demi menjalani hidup yang sehat didalam rumah
salam kompasianer

Jenis Pekerjaan Bergaji Tinggi Ini Tak Perlu Gelar Sarjana

Jenis Pekerjaan Bergaji Tinggi Ini Tak Perlu Gelar Sarjana

Beberapa profesi menawarkan gaji tinggi tanpa perlu gelar sarjana.

Pengawas lalu lintas udara di bandara.
Pengawas lalu lintas udara di bandara. (Business Insider)

Dalam perekonomian yang tidak menentu saat ini, pendidikan yang tinggi tidak menjamin seseorang memiliki pekerjaan yang bergaji tinggi. Ternyata ada beberapa profesi yang menawarkan gaji tinggi tanpa perlu gelar sarjana.

Seperti dikutip dari Business Insider, Senin 23 Desember 2013, berdasarkan laporan dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat, berikut adalah daftar jenis pekerjaan yang menawarkan gaji tinggi tanpa perlu gelar sarjana. Jenis pekerjaan ini minimal memberikan rata-rata gaji tahunan US$58.000. Upah tersebut belum memasukkan gaji tambahan saat karyawan lembur.

1. Pengawas lalu lintas udara di bandara

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$122.530
Gelar yang diperlukan: Gelar dari Asosiasi
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini hingga tahun 2022: 11.400 lowongan
Pengalaman kerja: Tidak diperlukan
Deskripsi pekerjaan: Memantau dan mengarahkan gerakan pesawat terbang.

2. Manager transportasi, penyimpanan, dan distribusi

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$81.830
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini hingga 2022: 29.100 lowongan
Pengalaman kerja: Minimal lima tahun bekerja
Deskripsi pekerjaan: Merencanakan dan mengkoordinasikan transportasi, penyimpanan, dan distribusi. Melakukan tugas sesuai dengan kebijakan perusahaan dan peraturan pemerintah yang berlaku.

3. Supervisor polisi dan detektif

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$78.270
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini hingga 2022: 35.700 lowongan
Pengalaman kerja: Minimal lima tahun
Deskripsi pekerjaan: Mengkoordinasikan kegiatan anggota kepolisian.

4. Terapis radiasi

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$77.560
Gelar yang diperlukan: Gelar dari asosiasi
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini hingga 2022: 8.400 lowongan
Pengalaman kerja: Tidak diperlukan
Deskripsi pekerjaan: Memeriksa peralatan yang dibutuhkan, mengamati bagaimana reaksi pasien saat dilakukan radiasi dan mendokumentasikan hasil pemeriksaan.

5. Installer lift dan jasa perbaikan

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$76.650
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini hingga 2022: 8.000 lowongan
Pengalaman kerja: Tidak diperlukan
Deskripsi pekerjaan: Menginstal lift, memperbaiki dan merawat lift, atau eskalator, trotoar bergerak, dan lainnya.

6. Operator reaktor tenaga nuklir
Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$74.990
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini hingga 2022: 2.300 lowongan
Pengalaman kerja: Tidak diperlukan
Deskripsi pekerjaan: Memindahkan batang kendali, memulai dan menghentikan peralatan, memantau dan menyesuaikan alat kontrol, serta merekam data dalam log.

7. Detektif dan penyidik kriminal

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$74.300
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini sampai 2022: 22.700 lowongan
Pengalaman kerja: Minimal 5 tahun kerja
Deskripsi pekerjaan: Melakukan investigasi terkait dugaan pelanggaran bank sentral, negara atau pemerintahan lokal untuk mencegah atau mengatasi kejahatan.

8. Pilot

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$73.280
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini sampai 2022: 14.400 lowongan
Pengalaman kerja: Tidak diperlukan
Deskripsi pekerjaan: Menerbangkan dan navigasi pesawat terbang dan helikopter

9. Distributor power

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$71.690
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini hingga 2022: 3.600 lowongan
Pengalaman kerja: Tidak diperlukan
Deskripsi pekerjaan: Mengkoordinasikan, mengatur, dan mendistribusikan aliran listrik atau uap.

10. Pembersih gigi
Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$70.210
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini sampai 2022: 113.500 lowongan
Pengalaman kerja: Tidak diperlukan
Deskripsi pekerjaan: Membersihkan gigi, memeriksa pasien yang terkena penyakit mulut, perawatan dan pencegahan penyakit mulut.

11. Teknologi pengobatan nuklir

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$70.180
Gelar yang diperlukan: Gelar dari Asosiasi
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini sampai 2022: 7.200 lowongan
Pengalaman kerja: Tidak diperlukan
Deskripsi pekerjaan: Menggunakan scanner untuk membuat berbagai bidang tubuh pasien, juga mempersiapkan pengobatan radioaktif dan mengelola pasien menjalani scan.

12. Supervisor sales

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$70.060
Gelar yang diperlukan: Gelar dari Asosiasi
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini sampai 2022: 50.300 lowongan
Pengalaman kerja: Minimal lima tahun bekerja
Deskripsi pekerjaan: Mengkoordinasikan kegiatan penjualan

13. Manager pertanian dan peternakan

Rata-rata gaji setahun (pada 2012):US$69.300
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini hingga 2022: 150.200 lowongan
Pengalaman kerja: Minimal lima tahun bekerja
Deskripsi pekerjaan: Manajer para petani dan peternak, menjalankan perusahaan untuk menghasilkan tanaman, ternak, dan produksi susu.

14. Teknisi nuklir

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$69.069
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini sampai 2022: 4.100 lowongan
Pengalaman kerja: Tidak diperlukan
Deskripsi pekerjaan: Teknisi nuklir yang membantu fisikawan, insinyur, dan profesi lainnya dalam penelitian nuklir dan memproduksi nuklir.

15. Jasa perbaikan listrik dan elektronik, pembangkit tenaga listrik dan gardu

Rata-rata gaji setahun (pada 2012): US$68.810
Gelar yang diperlukan: Diploma
Proyeksi lowongan pekerjaan profesi ini sampai 2022: 5.000 lowongan
Pengalaman kerja: Tidak diperlukan
Deskripsi pekerjaan: Memeriksa, mengetes, atau memelihara peralatan listrik di stasiun pembangkit listrik, dan gardu. (eh)

kisah nur mursidi

kisah nur mursidi

[Prolog Sebuah Buku] Dari Penjual Koran (Jalanan) Jadi Penulis
Sekelumit kisah ini merupakan “prolog” untuk buku saya yang berjudul “Tidur Berbantal Buku” yang akan terbit dalam waktu dekat

Batu permata tidak bisa menjadi berkilap tanpa gesekan; demikian juga dengan manusia; tidak akan bisa menjadi baik tanpa cobaan
(William Shakespeare)
Tanpa dihimpit oleh cobaan, aku mungkin tidak akan pernah jadi penulis. Sebab cobaan yang datang tanpa pernah aku undang itu, seperti menjerumuskanku ke jalanan yang penuh dengan debu. Aku pun terpaksa jadi penjual koran di jalanan Yogyakarta ketika ayah jatuh sakit dan tak mampu mengirimiku uang kuliah.
Tetapi dari lempeng jalanan kota Gudeg itu, aku justru mengenal kehidupan. Aku merasa didewasakan oleh kehidupan keras jalanan, dan dari halaman koran, aku belajar menulis. Meski tidak ada guru menulis di sampingku yang membimbing, aku merasa lembaran-lembaran koran itu adalah guru yang bijak di tengah kehidupan jalanan sebab lembaran-lembaran koran itu telah membakar spirit dan membuka mataku untuk bisa menulis di kelak kemudian hari.
Semua itu, berawal dari kisah yang unik. Sebuah kisah yang membuatku tersadar bahwa aku harus berubah. Tak mungkin, aku akan menjadi penjual koran di sepanjang jalanan terus. Tak mungkin, aku harus menjadi anak jalan, disengat terik mentari yang garang dan bergelantungan di pintu bus, naik turun dari satu bus ke bus yang lain. Jadi, aku harus bisa mewujudkan mimpiku…
Pagi itu, tepat di hari ketujuh aku jualan koran. Matahari bersinar dengan cerah. Itu adalah pagi yang akan membawa berkah dan anugerah. Beda ketika hari diselimuti dengan mendung dan hari sedang turun hujan. Aku pasti hanya bisa duduk termangu di emperan toko dan menatap gelap langit dengan raut sedih. Karena kehadiran matahari di pagi hari bisa membuatku leluasa menjajakan setumpuk koran di tanganku sepanjang jalan, menumpang naik bus; menawarkan berita hangat yang jadi headline koran.
Aku baru saja mengambil setumpuk koran di agen pasar Gading, lalu melangkah ke tepi jalan untuk menunggu tumpangan bus dari terminal Umbulharjo. Tapi, nasibku pagi itu seperti didekap kemujuran. Ketika keluar dari pasar, lampu trafick light ternyata menyala merah. Kondisi itu menjadikan semua kendaraan yang melaju dari arah Timur harus berhenti.  Kebetulan bus Mustika –salah satu bus jurusan Yogyakarta-Semarang—sedang terdampar di perempatan Gading.
Aku pun segera berlari, kemudian menaiki bus Mustika itu dengan memendam setangkup harapan bisa mengais rezeki. Setelah aku di atas bus, aku pun beraksi dengan cepat: aku membagi-bagikan koran ke seluruh penumpang. Itu jurus jitu jualan koran yang biasa aku terapkan untuk menarik rasa penasaran penumpang agar mau membeli. Dengan cara itu, para penumpang dapat membaca koran sekitar dua sampai tiga menit, lalu aku menarik koran yang aku bagikan itu dari depan. Jika mereka sempat membaca sebentar, tapi diliputi penasaran untuk membaca lebih lanjut, maka tidak ada jalan lain kecuali mereka harus rela merogoh uang dari saku mereka untuk membeli koran.
Aksiku di atas bus di pagi itu, rupanya membawa kerkah. Ada tiga penumpang yang membeli koran Kedaulatan Rakyat yang aku jajakan. Hatiku lega. Aku mengelus dada, karena aku telah mengantongi uang Rp 600.00 di sakuku. Waktu itu, tahun 1995 harga koran Kedaulatan Rakyat Rp 200.00 dan dari setiap 1 eksemplar yang berhasil aku jual, aku mendapatkan keuntungan separoh (Rp 100.00). Jadi, pagi itu, aku sudah meraup keuntungan Rp 300.00. Keuntungan di awal pagi itu, membuatku ingin istirahat sejenak. Aku ingin menghirup segelas kecil teh manis dan makan satu pisang goreng di warung Bu Tum, di Pojok Benteng Kulon untuk sekadar mengganjal perut agar aku tidak terkulai lemas di jalanan atau jatuh dari bus.

Pelecut Kesadaran dari Tukang Becak
Pagi masih terasa menggigilkan tubuhku, meskipun sinar mentari sudah bersinar cerah dari ufuk Timur. Angin pagi yang menelusup kencang dari celah-celah jendela bus, membuat kantukku hilang. Aku merapat ke pintu bus. Bus masih terus melaju, dan aku menggelantung di pintu bus. Tepat di perempatan Pojok Benteng Kulon, bus berhenti untuk menaikkan penumpang. Aku turun, kemudian melangkahkan kaki ke warung Bu Tum.
Perutku sudah terasa seperti melilit. Tenggorokanku dicekam haus. Lalu lalang kendaraan yang melintas di jalan membuat aku tidak sabar. Aku menunggu di pinggir jalan dengan cemas. Akhirnya, ketika jalanan agak sepi, aku pun buru-buru melangkah. Tetapi, di saat aku melangkahkan kaki dengan lunglai ke arah warung bu Tum, tiba-tiba sebuah suara membuyarkan harapanku untuk bisa segera menenggak teh hangat.
“Koran…, mas!”
Aku menoleh. Tidak kulihat ada orang yang aku yakini akan membeli koranku, kecuali aku hanya melihat tiga tukang becak yang menyandarkan tubuhnya di atas becak masing-masing. Aku sama sekali tak percaya, jika suara mengagetkan yang aku dengar itu bersumber dari salah satu tukang becak tersebut. Aku merasa ada hantu di pagi hari yang sengaja iseng menggodaku. Aku celingukan, menoleh ke sekitar untuk memastikan sumber suara itu.
Tetapi lamat-lamat, dari kejauhan aku melihat salah satu dari tukang becak itu melambaikan tangannya ke arahku. Aku menoleh ke belakang, mengira tukang becak itu melambaikan tangannya memanggil seseorang di belakangku. Lagi-lagi, tak kulihat ada orang lain yang dipanggil.
“Koran, mas…!” kembali suara misterius itu membuatku terhenyak kaget.
Aku menoleh, dan kulihat satu dari tiga tukang becak itu melambaikan tangan ke arahku. Aku menunjuk ke dadaku, kemudian mengangkat tumpukan koran yang masih menggunung di tangan kananku untuk sekadar memastikan bahwa tukang becak itulah yang memanggilku.
Dia menggangguk. Aku segera berlari ke arahnya.
“Kamu ini jualan koran, tapi kayak orang tidak butuh duit. Dipanggil berkali-kali, seperti orang bingung saja. Kamu boleh melihat tampangku ini memang sebagai tukang becak, tapi jujur, aku tetap tidak mau ketinggalan berita koran…” omel tukang becak itu, ketika aku berada di dekatnya.
Aku hanya tersenyum geli, tetapi aku tak peduli dengan omelan tukang becak itu.
“Aku kira sampeyan bercanda waktu memanggilku, pak,” jawabku sekenanya.
Ia merogoh uang dari sakunya yang kumal. “Koran Kedaulatan Rakyat,” ucapnya seraya mengulurkan uang.
Aku mengulurkan koran kemudian menerima uangnya, seraya tersenyum. Tapi, dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku merasa heran dengan tukang becak itu. Dia rela merogoh kocek dari saku kumalnya untuk membeli koran dari tanganku dan sesaat kemudian, ketika aku melangkah pergi dari hadapannya, aku melihat ia membaca koran tersebut dengan cermat.
Aku tak tahu, rubrik apa yang dibaca oleh tukang becak itu. Apa berita kriminal? Lowongan kerja ataukah berita politik? Tapi, sindiran tukang becak tersebut membuatku serasa tersulut api yang membuatku tergeragap. Aku merasa malu pada diriku sendiri. Selama tujuh hari aku jualan koran, aku tidak pernah membaca koran yang kujajakan sendiri. Aku seperti tak peduli dengan apa yang kujual karena yang aku inginkan adalah koranku laku. Tak peduli, apa isi berita di koran kecuali aku melihat sekilas berita pada halaman awal.
Demi mengejar keuntungan, aku terpaksa berlari sekencang angin mengejar bus; naik turun dari satu bus ke bus lain, numpang jualan dari terminal Umbulharjo sampai jalan Magelang kemudian kembali ke terminal lagi, dan seterusnya –berkali-kali hingga siang hati lalu aku pulang ke kontrakan dengan disergap letih dan capek. Tak pernah aku meluangkan waktu untuk membaca dengan detail isi berita koran yang aku jual.
Aku melangkahkan kakiku ke warung Bu Tum, tetapi pikiranku masih dikerubuti rasa heran dengan tukang becak tersebut. Rasa hausku lenyap tiba-tiba. Rasa lapar yang tadi mengoyak perutku seperti sirna. Maka setibaku di warung bu Tum, aku pun duduk lemas di sudut warung. Tetapi, nanar pandangan mataku seperti tak bisa berpaling: aku menatap ke arah tukang becak itu yang sedang membaca koran dengan mata khusuk.
Tanpa aku pesan, bu Tum seperti tahu apa yang aku inginkan. Tidak lama setelah aku duduk, teh hangat porsi gelas kecil seharga Rp 50.00 pun terhidang di depanku. Aku masih tercenung. Pandangan mataku terus menatap sosok tukang becak yang suntuk membaca koran di atas bacaknya. Sementara itu, teh hangat di hadapanku seperti tidak menarik perhatianku. Pisang goreng yang lezat di atas piring di depanku juga tidak lagi menarik simpatiku. Pagi itu, aku benar-benar merasa disadarkan oleh tukang becak itu.
Lima menit kemudian, bu Tum menatapku heran, “Engkau datang ke warung ini untuk memesan teh atau mau melamun?”
Aku tegeragap. Suara bu Tum –seketika menyadarkanku. “Tentu saja aku datang ke sini untuk minum teh bu. Dari tadi aku bahkan sudah haus…”
“Tetapi, kenapa teh itu dibiarkan dingin?”
Aku menatap segelas teh yang masih mengepulkan asap tepat di hadapanku. Saat itulah, aku baru merasakan jika tenggorokanku haus.  Aku meminum teh  di hadapanku dengan beringas. Haus di tenggorokanku tandas dalam sekali teguk. Satu pisang goreng di atas meja pun segera aku santap. Perutku tidak lagi melilit. Itulah moment-moment di pagi hari yang membahagiakan tatkala aku istirahat, mensyukuri hasil keringat di awal menjajakan koran meskipun aku harus rela menunggu koranku laku terlebih dahulu dua sampai tiga eksemplar untuk bisa minum teh hangat dan satu pisang goreng.

Belajar Menulis dari Koran
Pengalamanku bertemu dengan tukang becak yang membeli koran daganganku dan menyindirku di pagi itu, ternyata menyadarkan pola pikirku dan mengukir sejarah baru dalam kehidupanku di jalanan. Sebab sejak itu, tukang becak itu jadi langgananku; hampir tiap hari ia membeli koran dariku. Hasrat tukang becak yang membeli koran dari tanganku dan membacanya di atas becak dengan muka masih kusut, telah mendorongku membiasakan membaca setumpuk koran yang aku jual. Sehabis menunaikan ritual pagi minum teh hangat dan makan satu pisang goreng di warung, aku duduk di emperan toko untuk meluangkan waktu sekitar setengah jam atau satu jam membaca setumpuk koran daganganku.

Dari kebiasaan baca koran di emperan toko [dan kadang-kadang di bawah pohon di tepi jalan di perempatan Bugisan dan Patangpuluhan] itu, pada satu hari aku tiba-tiba disadarkan sebuah tulisan yang ditulis mahasiswa di rubrik Opini atau Debat Mahasiswa di Kedaulatan Rakyat dan Harian Bernas. Saat membaca, aku benar-benar tersadar dan terhenyak, karena ternyata aku menemukan kenyataan seorang mahasiswa bisa menulis di koran. Apalagi, saat aku membaca koran Minggu di rubrik resensi buku, sering kali aku menjumpai deretan “nama penulis” dengan identitas masih mahasiswa.
Setiap selesai membaca tulisan-tulisan penulis yang masih berstatus mahasiswa itu, otakku serasa mendidih bagai air yang dijerang di atas tungku. Ada sekelebat mimpi di dadaku yang memompaku untuk bisa menulis: menorehkan namaku di koran seperti mereka. Maka dalam hati, aku berjanji bahwa suatu saat nanti aku harus bisa menulis di koran. Dan sejak itu aku pun mulai rajin membaca koran yang aku jual dan mempelajari tulisan yang dimuat di koran secara autodidak.
Ironisnya, tidak jarang, ketika aku khusuk membaca koran di emperan toko, aku kerap kali lupa kuliah: “bolos”. Jujur, di jalanan aku mengenal kehidupan. Dari halaman koran, aku bisa belajar menulis. Aku merasa seperti dianugerahi sepasang mata untuk melihat sekeliling dengan mata yang tajam. Dengan tanpa bimbingan seorang tutor atau guru menulis, aku belajar menulis dengan jurus tanpa “kitab suci”. Ibarat murid di biara Shaolin, aku belajar ilmu bela diri dengan hanya melihat hasil lukisan tendangan atau pukulan yang terpampang di tembok biara Shaolin lalu tengah malam gulita aku belajar untuk mempraktekkan apa yang aku lihat tersebut.
Jadi, setiap pagi hari aku melakoni ritual jualan koran di jalanan, lalu menjelang siang berangkat kuliah dengan mengayuh sepeda dari Krapyak ke kampus dan malam hari aku melatih diri untuk menulis. Semua itu kulakukan untuk mewujudkan mimpiku; aku harus bisa menorehkan namaku di lembaran koran, tidak harus jadi penjaja koran jalanan terus atau jadi anak jalanan abadi.
Aku belajar menulis di malam hari, lalu aku kirim ke sejumlah koran. Tapi, jalan yang aku lalui tidaklah mulus. Seratus halangan dan terpaan, nyaris membuatku hampir putus asa saat tulisan yang aku buat itu ditolak oleh redaktur media massa. Aku diliputi kegamangan, patah arah. Bahkan dalam hatiku, sempat terbesit keraguan: apakah aku memang benar-benar tidak akan pernah jadi penulis?

Tidak Patah Arang
Aku memang kerap gamang! Tapi, usaha keras, tidak jarang membuahkan hasil. Aku tidak jadi patah arah. Sekeras apa pun persaingan merebut lembaran koran, bagiku masih keras dan kejam kehidupan di jalanan. Itu yang aku ketahui. Sebab di jalanan, aku sempat diancam dengan sebilah belati yang dihunuskan tepat di wajahku. Di jalanan, aku sempat berkelahi dengan penjaja koran dari Madura, karena ia merasa lahannya aku rebut. Di jalanan, aku juga bergaul dengan preman yang kerap kali mabuk dan berkelahi. Di jalanan, aku kerap kali bertemu dengan copet yang dengan jeli dan cekatan menguntit dompet para penumpang. Itu alasanku, kenapa aku tak patah arah jika hanya berjuang bisa menembus koran.
Usaha keras, ditunjang kesabaran dan mental tidak patah arah, rupanya mampu merubah “jalan hidupku”. Setelah berjuang dengan keras, satu persatu, tulisanku dimuat di koran lokal hingga kemudian menembus koran nasional, yakni di Kedaulatan Rakyat, Bernas, Solo Pos, Bengawan Pos, Wawasan, Suara Merdeka, Jawa Pos, Surya, Surabaya Post, Suara Indonesia, Lampung Post, Batam Post, Harian Riau Mandiri, Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Matabaca, Gatra, Tempo, Koran Tempo, Republika, Seputar Indonesia, Media Indonesia, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Jurnal Nasional, Bisnis Indonesia, Suara Karya, Tabloit Nova, Majalah Anggun, Gamma, Forum Keadilan, The Jakarta Post dan Kompas.
Aku mulai menginjakkan kaki di Yogyakarta untuk kuliah dan menjadi penjual koran pada penghujung tahun 1995. Keterbatasan pengetahuan dan tidak ada guru yang membimbingku, menjadikanku tidak bisa mewujudkan mimpiku untuk menjadi penulis dengan mudah. Mimpiku hanya menggumpal di sudut otakku. Apalagi, waktu itu aku tak memiliki uang lebih untuk membeli mesin ketik yang dapat mewujudkan mimpiku bisa menulis di lembaran koran. Di sisi lain, tak ada teman yang punya mesin ketik yang bisa aku pinjam dengan leluasa. Jadi, mimpiku itu terkubur dalam lorong waktu kurang lebih dua tahun.

Waktu berlalu. Deraan, cobaan dan ujian hidup pun silih berganti. Aku bahkan terpaksa keluar kuliah ketika menginjak semester dua –karena tak bisa bayar SPP. Tapi mimpiku untuk mampu menulis di lembaran koran seperti tidak pernah padam. Apalagi, setelah keluar kuliah aku praktis hidup di jalanan. Hampir setiap pagi aku jualan koran. Tapi di jalanan itu, aku belajar mengenal kehidupan dan bersentuhan dengan setumpuk koran: belajar autodidak cara menulis di koran.
Tahun 1996, aku daftar kuliah lagi. Seiring dengan berjalannya waktu, satu tahun kemudian aku mulai merintis menulis dan mengirim tulisan berupa cerpen ke koran di sela-sela kesibukan kuliah dan jualan koran. Hampir satu tahun, kerja kerasku bahkan tak membuahkan hasil. Tidak ada satu pun tulisanku yang dimuat di koran. Aku hampir putus asa. Tetapi dalam “keputusasaanku” itu, aku mulai menekuni bidang fotografi dan iseng-iseng aku mengirimkan foto yang aku hasilkan itu ke koran.
Rupanya, dari keisengan tersebut ternyata membuahkan hasil. Sebuah foto yang aku kirim ke koran ternyata berbuah manis: dimuat di rubrik “Citra Foto” di Kedaulatan Rakyat (Kamis, 11 Desember 1997). Bermula dari pemuatan fotoku itulah, “rasa percaya diriku” untuk menulis bersemi lagi. Mesin ketik yang sempat kugadaikan, kemudian aku tebus. Aku kemudian berjuang keras untuk menulis lagi.
Tetapi, perjuangan kerasku ternyata tidak mulus. Aku mengalami jatuh bangun, dan hampir setahun kemudian, aku bisa bernapas lega ketika tulisan resensiku berjudul “Potret Yogya Sehari-Semalam” dimuat di koran harian Kedaulatan Rakyat (Minggu, 01 November 1998). Lalu, disusul tulisan resensiku yang berjudul “Sekolah dan Kepelikan Sistem Pendidikan” yang juga dimuat di koran Kedaulatan Rakyat belum genap sebulan (Minggu, 29 November 1989).
Dua tulisanku yang dimuat di koran itu memang membuatku percaya diri. Tetapi jalan lempang ke depan, tidaklah mudah seperti yang aku bayangkan. Karena menginjak tahun 1999, tidak ada ada satu pun tulisanku yang dimuat. Baru memasuki tahun 2000, aku kembali bisa bernapas lega lantaran empat (4) tulisan resensi-ku dimuat di Bernas, Kedaulatan Rakyat dan Majalah Forum Keadilan.

Mulai Merambah Sejumlah Media
Setelah melalui perjuangan keras, pada tahun 2001 tulisanku mulai bertebaran di koran. Tahun 2001, ada tujuh belas (17) tulisan resensiku yang dimuat di koran –mulai dari koran Kedaulatan Rakyat, Surabaya Post, Majalah Gamma, Pikiran Rakyat, Media Indonesia bahkan sudah tembus Kompas.
Tahun berikutnya, 2002, tulisanku yang dimuat di koran mulai meningkat. Dari tujuh belas tulisan yang dimuat tahun 2001, meningkat menjadi tiga puluh (30) tulisan. Pada tahun 2002, selain banyak tulisanku yang dimuat di media massa yang sebelumnya belum pernah memuat tulisanku (seperti di Solo Pos, Bengawan Post, Republika, Koran Tempo, Suara Pembaruan, Surya, Jawa Pos dan bahkan Jakarta Post) aku juga kembali menulis cerpen. Cerita pendek pertamaku berjudul “Mbah Kardoen” dimuat di Solo Pos (Minggu, 28 Juli 2002).
Tahun 2003, proses kreatifku mencapai puncaknya karena kerja kerasku berhasil menorehkan lima puluh enam (56) tulisan –dalam berbagai genre- yang dimuat di koran dan majalah. Aku tidak hanya menulis resensi buku dan cerpen, melainkan menulis esai sastra, esai film, opini dan bahkan juga puisi. Tahun 2004, bisa dikatakan tulisanku yang dimuat di koran menurun jumlahnya karena cuma ada tiga puluh tujuh (37) tulisanku yang dimuat di koran.
Tahun 2005, aku hijrah ke Jakarta bekerja sebagai wartawan. Kesibukanku mulai merenggut waktuku sebagai penulis freelance di sejumlah koran dan majalah yang sudah mulai aku rintis sejak 1998. Tak salah, jika ada dua belas (12) tulisanku yang dimuat di koran selama tahun 2005. Tahun 2006, ada dua puluh dua (22) tulisan yang dimuat di koran. Lalu, tahun 2007, ada dua puluh delapan (28) tulisan. Tahun 2008, ada empat puluh tiga (43) tulisan dan tahun 2009, ada dua puluh sembilan (29) tulisan.
Kini, sudah sepuluh tahun lebih aku menjadi penulis freelance di sejumlah koran lokal dan nasional: menulis resensi buku, opini, esai sastra, esai film dan cerita pendek. Tak kurang ada 300 tulisanku yang sudah dimuat di koran lokal dan nasional. Mimpiku untuk bisa jadi penulis akhirnya terwujud. Bahkan, berkat tulisanku yang banyak dimuat di koran itulah aku kemudian bisa menjadi wartawan.
Dulu, sebelum lulus kuliah UIN Yogyakarta, ketika kampus tempatku menimba ilmu mengadakan lomba cerpen dan resensi buku yang dijaring dari tulisan-tulisan yang pernah dimuat di koran, aku mendapat juara pertama untuk kategori lomba cerpen dan resensi buku (tahun 2002). Tahun berikutnya, 2003, aku kembali merebut juara. Selain itu, beberapa kali aku juga memenangi lomba menulis resensi buku yang diadakan oleh beberapa penerbit. Satu “prestasi gemilang” aku raih tatkala IKAPI mengadakan lomba blog buku; aku berhasil terpilih jadi juara pertama dalam lomba blog Pesta Buku Jakarta 2008.
Semua prestasi itu seperti sebuah mimpi. Pasalnya, sejarah hidupku nyaris selalu diliputi rentetan kegagalan. Sedari kecil, bahkan aku nyaris kehilangan mimpi dan masa depan. Sebelum kuliah, aku tidak pernah bercita-cita menjadi penulis. Apalagi, terbesit sebuah mimpi besar untuk jadi wartawan. Jika sekarang ini aku berhasil jadi penulis dan wartawan, itu semata-mata karena “kecelakaan sejarah”.
Awalnya, aku terjerumus menjadi penjual koran dan setelah membaca koran aku memiliki mimpi untuk jadi penulis. Mimpiku itu, sekarang sudah terwujud. Karena itu, bermimpilah setinggi langit. Suatu hari nanti, mimpimu itu akan jadi kenyataan. Dalam meraih mimpu itu, aku tidak memungkiri apa yang dikatakan oleh Dough Hoper, “you are what you think (Anda adalah apa yang Anda pikirkan)”.
Jadi, jangan takut untuk bermimpi!

6 Tips Memilih Laptop Untuk Desain Grafis

6 Tips Memilih Laptop Untuk Desain Grafis

Beberapa tahun yang lalu, saat laptop pertama kali diperkenalkan ke pasaran, begitu banyak orang yang mengantri untuk dapat membeli sebuah komputer jinjing yang mudah dibawa ke mana-mana dan diyakini dapat menggantikan fungsi desktop PC di rumah. Namun, bagi sebagian besar desainer grafis profesional, hal ini justru berbalik. Mereka ragu untuk menggunakan laptop untuk menunjang pekerjaan desain grafis karena laptop dinilai masih terlalu lambat, terlalu rentan, lebih cepat panas, dan masih jauh lebih mahal dibandingkan dengan desktop PC.
Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi dan meningkatnya potensi pasar, kini para produsen ternama laptop mulai berlomba-lomba dalam menciptakan laptop yang dapat memenuhi kebutuhan desain grafis secara optimal tanpa harus menarget target konsumennya dengan harga yang cukup mahal. Kini, tidak hanya para desainer grafis profesional saja yang dapat memanfaatkan laptop untuk kebutuhan desain grafis, bahkan Anda pun dapat menggunakannya untuk keperluan desain grafis Anda sehari-hari. Nah, lalu bagaimana cara memilih laptop yang tepat untuk desain grafis? Mari simak beberapa tips berikut ini:

1. Ukuran Layar

Ukuran Resolusi Layar Laptop
Ukuran Resolusi Layar Laptop
Untuk keperluan desain grafis, Anda mungkin akan membutuhkan laptop dengan ukuran layar yang lebar. Ukuran yang lebar di sini bukan sekedar mengacu kepada semakin besarnya ukuran dalam inchi (misal: 14”, 15.4”, 16” dst.), namun lebih kepada ukuran resolusi layar. Laptop yang ideal untuk desain grafis umumnya memiliki resolusi minimal 1366 x 768, namun ada baiknya Anda menggunakan resolusi yang lebih besar seperti 1600 x 900, karena pekerjaan desain grafis seperti desain real estate membutuhkan ruang yang besar dan akan jauh lebih nyaman bagi Anda apabila dapat membuka dua program sekaligus atau bahkan lebih dalam satu layar. Selain itu, pilihlah laptop dengan layar anti-glossy atau anti-glare untuk menjaga kenyamanan Anda saat berlama-lama menggunakan laptop untuk desain grafis di luar ruangan.

2. Graphic Card

Graphic CardKomponen ini memiliki fungsi yang sangat penting terutama ketika Anda ingin melakukan pekerjaan desain grafis seperti mengedit foto, desain 3D, dan mengedit video. Perlu Anda perhatikan bahwa, dalam memilih laptop untuk desain grafis, usahakan untuk tidak memilih laptop dengan VGA on board. VGA dengan jenis ini pada dasarnya langsung tertanam pada laptop dan sistem kerjanya masih harus berbagi dengan memori RAM. Logikanya, apabila dipakai untuk program desain grafis yang berat, laptop Anda akan cenderung bekerja dengan lebih lambat. Jadi, untuk performa maksimal, piihlah laptop dengan graphic card terpisah (GPU) seperti keluaran Nvidia GeForce dan ATI Radeon dengan memori minimal 1 GB atau 2 GB.

3. Prosessor

Laptop yang mudah menjadi panas akan menyulitkan anda. Untuk menghasilkan performa yang maksimal dalam melakukan pekerjaan desain grafis, Anda membutuhkan laptop dengan prosessor yang cepat. Umumnya, saat ini kebanyakan orang cenderung mencari prosessor Intel Core Series dengan tingkat GHz yang tinggi (2.4 GHz, 2.6 GHz, dst.) dengan harapan laptop mereka akan berjalan dengan lancar di program-program berbasis desain grafis. Namun, sebaiknya Anda perlu berhati-hati dalam memilih prosessor laptop, karena ada beberapa prosessor dengan tingkat GHz yang tinggi namun dalam penggunanaanya tidak sama satu dengan yang lainnya, bahkan cenderung tidak hemat energi. Jadi, periksalah spesifikasi dan sistem kerja prosessor Anda di berbagai situs terkait sebelum mulai memilihnya.

4. RAM

RAM berfungsi untuk menentukan kecepatan kerja tiap aplikasi desain grafis yang Anda gunakan. Semakin besar kapasitas RAM yang Anda miliki, semakin jarang Anda akan mendapatkan masalah di mana aplikasi desain grafis Anda berjalan secara lambat atau bahkan hang. Pilihlah RAM dengan kapasitas minimal 2 GB dengan sistem operasi (misal: Windows 7) yang dapat berjalan dengan 64 bit. Windows 32 bit hanya dapat membaca RAM pada laptop Anda sekitar 2 GB, jadi akan sangat percuma apabila laptop Anda memiliki RAM berukuran 4 GB atau lebih. Selain itu, RAM dengan kapasitas yang besar dapat menunjang multi-tasking atau membuka beberapa program dalam waktu yang bersamaan. Sebelum memilih, Anda juga harus mempertimbangkan beberapa laptop yang menyediakan slot untuk upgrade RAM untuk dapat lebih menunjang aktivitas desain grafis Anda.

5. Suhu Pemakaian

Suhu-Pemakaian-Laptop
Laptop yang mudah menjadi panas akan menyulitkan anda.
Dikarenakan pekerjaan desain grafis yang membutuhkan beberapa aplikasi sekaligus dan sistem kerja komponen yang maksimal, Anda mungkin akan mengalami kejadian di mana laptop Anda menjadi terlalu panas (overheated). Laptop yang sering dipakai hingga overheated akan merugikan Anda dari segi performa dan daya tahan. Maka, pilihlah laptop dengan sistem pendinginan yang baik dan dapat melakukan multi-tasking dengan stabil.

6. Garansi

Laptop dengan kemampuan yang mumpuni untuk desain grafis pasti memiliki harga yang tidak murah. Begitu pula dengan harga spare-partnya yang cenderung cukup mahal. Selain itu, pekerjaan desain grafis pasti membutuhkan waktu yang cukup lama dan pemakaian laptop yang bisa dibilang lebih ekstrim dibandingkan dengan pemakaian biasa pada umumnya. Jadi, untuk mencegah pengeluaran yang berlebih hanya untuk memperbaiki komponen yang rusak, ada baiknya Anda memilih laptop dengan garansi spare-part yang lama dan terpercaya.
Memilih laptop untuk desain grafis memang awalnya terlihat mudah. Namun, apabila Anda salah memilih spec laptop, akibatnya pekerjaan desain grafis Anda akan terganggu dan pada akhirnya hanya akan menghabiskan uang Anda untuk memperbaikinya. Jadi, pilihlah laptop dengan lebih bijak. Selamat memilih laptop untuk desain grafis.

SUMBER
Alamat email media yang Menerima Cerpen/Puisi/Esai

Alamat email media yang Menerima Cerpen/Puisi/Esai

BERIKUT alamat-alamat email redaksi koran, majalah, jurnaldantabloid yang menerima kiriman CERPEN/PUISI/ESAI.
1. Kompas

opini@kompas.co.id, opini@kompas.com
Honor cerpen Rp. 1.400.000,- (tanpa potong pajak), honor puisi Rp. 500.000,- (tanpa potong pajak–referensi Esha Tegar Putra), biasanya 2-3 hari setelah pemuatan, honor sudah ditransfer ke rekening penulis.
2. Koran Tempo

ktminggu@tempo.co.id
Honor cerpen tergantung panjang pendek cerita, biasanya Rp. 700.000,-  honor puisi Rp. 600.000,- (pernah Rp. 250.000,- s/d Rp. 700.000, referensi Esha Tegar Putra), ditransfer 2 mingguan setelah pemuatan.
3. Jawa Pos

ari@jawapos.co.id
Honor cerpen Rp 900.000 – Rp. 1.000.000,- (potong pajak), honor puisi Rp. 500.000,- (referensi Isbedy Stiawan Zs), ditransfer 1-2 minggu setelah cerpen/puisi dimuat.
4. Suara Merdeka

swarasastra@gmail.com
Kirimkan cerpen, puisi, esai sastra, biodata, dan foto close up Anda. Cerpen maksimal 10.000 karakter termasuk spasi. Honor cerpen Rp. 300.000,- (potong pajak), honor puisi Rp. 190.000,- (tanpa potong pajak), hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, jangan lupa tanggal pemuatan cerpen. Bisa diambil langsung ke kantor redaksi atau kantor perwakilan redaksi di kota Anda—jika ada.
5. Media Indonesia
cerpenmi@mediaindonesia.com, cerpenmi@yahoo.co.id
Naskah cerpen maksimal 9.000 karakter. Honor pemuatan cerpen Rp. 500.000,-  dipotong pajak. (referensi dari Yetti A.Ka, Benny Arnas, Sungging Raga, dkk)
6. Republika

sekretariat@republika.co.id
Tidak ada pemberitahuan dari redaksi terkait pemuatan cerpen. Sudah lama tidak memuat puisi. Honor cerpen Rp. 400.000,- (potong pajak), tetapi—pengalaman beberapa rekan penulis, harus sabar menagih ke redaksi beberapa kali agar segera cair alias agak susah cair honornya.
7. Suara Karya

ami.herman@yahoo.com (email terbaru, diinformasikan redakturnya di grup CC)
Menurut redakturnya honor cerpen Suara Karya sudah naik jadi Rp. 250.000,- (tanpa potong pajak), hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
8. Jurnal Nasional

tamba@jurnas.com, witalestari@jurnas.com
Honor cerpen Rp. 400.000,- (potong pajak), hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
9. Pikiran Rakyat

khazanah@pikiran-rakyat.com
Honor cerpen Rp. 300.000,- (potong pajak), hubungi bagian keuangan via telepon untuk konfirmasi pencairan honor setelah 2-3 hari dimuat, honor ditransfer 2-3 minggu setelah konfirmasi, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
10. Tribun Jabar

cerpen@tribunjabar.co.id, hermawan_aksan@yahoo.com
Selain ada cerpen berbahasa Indonesia setiap Minggu, juga ada cerpen bahasa Sunda setiap hari Kamis bersambung Jumat. Honor cerpen Rp. 200.000,- (tanpa potong pajak). Honor ditransfer 3 hari atau 1 minggu setelah dimuat.
11. Kedaulatan Rakyat

naskahkr@gmail.com, jayadikastari@yahoo.com
Panjang cerpen maksimal 5.000 karakter dengan spasi. Honor cerpen Rp. 400.000,-
12. Joglo Semar (Yogyakarta)
harianjoglosemar@gmail.com
Honor cerpen Rp. 100.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
13. Minggu Pagi (Yogyakarta)
we_rock_we_rock@yahoo.co.id
Terbit seminggu sekali setiap Jumat. Honor cerpen Rp. 150.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
14. Radar Surabaya

radarsurabaya@yahoo.com, diptareza@yahoo.co.id
Honor cerpen Rp. 200.000,- (potong pajak) . Honor cair seminggu setelah dimuat.
15. Lampung Post

lampostminggu@yahoo.com
Menerima cerpen, puisi, dan esai. Honor cerpen Rp. 200.000,- Honor puisi kalau tak salah juga Rp. 200.000,- Sekarang honor sudah ditransfer langsung oleh bagian keuangan, paling lambat 1 minggu setelah dimuat. Jika belum, silakan email bagian keuangan di emil_lampost@yahoo.com
16. Padang Ekspres

yusrizal_kw@yahoo.com, cerpen_puisi@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 100.000,- s/d Rp. 125.000,- honor puisi Rp. 75.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, jangan lupa tanggal pemuatan cerpen, bisa diambil langsung, atau minta tolong teman mengambilkan honor ke kantor redaksi.
17. Haluan (Padang)

nasrulazwar@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 150.000,- honor puisi Rp. 100.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, jangan lupa tanggal pemuatan cerpen, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
18. Singgalang (Padang)

hariansinggalang@yahoo.co.id, a2rizal@yahoo.co.id
Honor cerpen Rp. 50.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
19. Riau Pos

budayaripos@gmail.com, kabut.azis@gmail.com
Honor cerpen Rp. 150.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
20. Analisa (Medan)

rajabatak@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 100.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
21. Sinar Harapan

redaksi@sinarharapan.co.id, blackpoems@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 100.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
22. Jurnal Cerpen Indonesia

jurnalcerpen@yahoo.com, jurnalcerita@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 250.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
23. Majalah Horison

horisoncerpen@gmail.com, horisonpuisi@gmail.com
Honor cerpen Rp. 350.000,- honor puisi tergantung berapa jumlah puisi yang dimuat, biasanya dikirimi majalahnya sebagai bukti terbit. Hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi, dan kadang honor dikirim via wesel jika tidak ada nomer rekening.
24. Majalah Esquire

cerpen@esquire.co.id
Honor cerpen Rp. 800.000,- (potong pajak). Jika akan dimuat ada konfirmasi dari redaksi.
25. Majalah Sabili

Menurut informasi, majalah ini sudah tidak terbit lagi sejak Oktober 2013.

26. Majalah Suara Muhammadiyah

redaksism@gmail.com
Honor cerpen Rp. 150.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
27. Majalah Ummi

kru_ummi@yahoo.com
Tema cerpen seputar keluarga dan rumah tangga. Honor cerpen Rp. 250.000,- (dipotong pajak) ditransfer paling telat satu bulan setelah pemuatan. Ada konfirmasi jika akan dimuat.
28. Majalah Kartini

redaksi_kartini@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 350.000,- Sekarang honor ditransfer ke rekening penulis sekitar 3 bulanan atau jika belum juga silakan hubungi redaksi via email atau sosial media Kartini. Ada konfrimasi jika akan dimuat.
29. Majalah Alia

majalah_alia@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 300.000,- Ada konfirmasi pemuatan.
30. Majalah Femina

kontak@femina.co.id
Honor cerpen Rp. 850.000,- dan cair seminggu setelah dimuat. Ada konfirmasi jika akan dimuat dan menanda-tangani surat pernyataan keaslian karya di atas matrai.
31. Majalah Sekar
 OTT – Menurut kabar yang beredar majalah ini tidak terbit lagi mulai November 2013.
Sekar@gramedia-majalah.com (info dari Teguh Affandi “S”-nya besar)
Honor cerpen Rp. 400.000,- dibayar sebulan setelah majalah terbit. Redaksi akan mengirim sms jika karya akan dimuat.
32. Majalah Story

story_magazine@yahoo.com
Tema cerpen khas ala remaja/teenlit. Konfirmasi pemuatan cerpen via telepon dari redaksi Story. Antrian pemuatan panjang, bisa 1-2 tahun. Honor cerpen Rp. 250.000,-
33. Majalah Gadis

GADIS.Redaksi@feminagroup.com
Tema cerpen khas ala remaja/teenlit. Honor untuk Percikan (cerpen mini tiga halaman) Rp. 500.000,- Honor untuk Cerpen Rp. 800.000,- ditransfer 1 bulanan setelah majalah terbit.
34. Majalah Annida-online

majalah_annida@yahoo.com
Ada konfirmasi pemuatan cerpen via email redaksi Annida-online. Honor cerpen Rp. 70.000,-  maksimal sebulan setelah pemuatan honor sudah ditransfer.
35. Majalah Bobo

bobonet@gramedia-majalah.com
Honor cerpen Rp. 250.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
36. Kompas khusus Cerpen Anak

opini@kompas.co.id, opini@kompas.com
Pada subjek email ditulis CERPEN ANAK: JUDUL CERPEN. Honor cerpen Rp. 300.000,- Resensi buku anak honor Rp. 250.000,- Honor cair tiga hari setelah pemuatan.
37. Tabloid Nova

nova@gramedia-majalah.com
Honor cerpen Rp. 388.000,- Honor ditransfer sebulan setelah dimuat.
38. Tabloid Cempaka (Jawa Tengah)
redaksi@tabloidcempaka.com
Naskah tidak lebih dari 5 halaman dengan spasi ganda. Honor cerpen Rp 135.000, harus ditagih ke redaksi. Ada konfirmasi pemuatan.
39. Inilah Koran (Jawa Barat)

inilahkoran@inilah.com, redaksijabar@inilah.com
Honor: 100.000 (mhasiswa)-150.000(umum). Lebih baik minta dicairkan pada teman yang berdomisili di Bandung.
40. Majalah HAI (Majalah Cowok)
cerpen_hai@yahoo.com
Dengan spesifikasi: panjang tulisan maksimal 6000 karakter (berikut spasi).
6000 – 9000 karakter, ketik 2 spasi, kertas folio/A4 format rtf.
Kirim via e-mail dengan subjek CERPEN
Terbit tiap Senin.
41. Majalah Aneka Yes!
Kabar sedih beredar seminggu lalu di jejaring sosial twitter, kalau majalah remaja yang sudah melahirkan banyak penulis populer dan artis muda ini tidak terbit lagi. Hiks. Semakin banyak media cetak yang tak bisa bertahan di tengah gempuran dunia digital.

42. Majalah CHIC
cerpen_chic@yahoo.co.id
Cerpen metro-pop, ketik 2 spasi. Atau Maks. 9rb CWS halaman A4
43. Tabloid Gaul
tabloid.gaul@yahoo.co.id
cerpen teenlit, maks. 8 hal. Folio, ketik 1,5 spasi, sekitar 10.000 karakter+spasi
44. Majalah Kawanku
cerpenkawanku@gmail.com
Cerpen remaja, maks. 8 halaman A4, ketik 2 spasi.
Cantumkan identitas lengkap, alamat, dan nomor rekening
Jika 3 bulan tidak dimuat, berarti cerpen tak layak muat.



45. Wonder Teens
majalah.teen@gmail.com, majalah.teen2@gmail.com
Cerpen teenlit, maks. 6 hal A4, ketik1,5 spasi.
46. Majalah Pesona.
 pesona@feminagroup.com
Panjang cerpen 10.000-an karakter dengan 2 spasi, honor sekitar Rp 850.000

47. Gogirl! Magazine
Cerpen belum pernah muncul di media lain. Font size 8, spasi single, maksimal 2,5 halaman ukuran letter/kwarto.
kirim ke: bunga@gogirlmagazine.com
subject: cerpen
honor Rp 500.000
kalau udah 4 bulan nggak ada e-mail balasan dari Gogirl! bahwa cerpen kamu bakal dimuat, you are free to use it for another ocassion.
CATATAN:
Jika teman-teman mengetahui ada perubahan pada alamat email media di atas, silakan mengupdatenya di kolom komentar. Silakan juga menambahkan alamat email beberapa media yang belum terdaftar di sini .
sumber: grup Cerpen Koran Minggu-nya Kak Setta, dengan berbagai perubahan terbaru yang saya masukan. Informasi media remaja saya dapatkan dari Lonyenk Rap.

SUMBER ASLINYA